Sejarah Alkitab di Indonesia serta Kehadiran Museum Alkitab – Alkitab dalam bahasa Indonesia dan bahkan bahasa daerah lainnya yang ada sekarang ini melalui proses yang sangat panjang. Proses panjang ini tidak lepas dari campur tangan misionaris dari Eropa, khususnya Belanda, yang di masa itu mengajarkan tentang iman Kristiani pada penduduk lokal di Indonesia. Karena keterbatasan bahasa yang ada, tentu saja Alkitab yang dibawa oleh para misionaris tidak bisa dipahami dan hanya sebagian orang saja yang bisa membacanya. Karena itu, proses penerjemahan terjadi dan bisa seperti sekarang. Prosesnya memang tidak singkat karena kendala bahasa yang ada. Bahasa awal yang digunakan dalam penerjemahan pun tidak langsung ke dalam bahasa Indonesia tapi berawal dari bahasa Melayu. Ini tidak lepas dari perkembangan bahasa Indonesia juga cukup lama mulai dari ejaan lama hingga kemudian menjadi ejaan modern seperti sekarang ini.
Terjemahan awal yang berhasil dicatatkan justru tidak langsung berupa terjemahan Alkitab. Terjemahan awal yang ada adalah terjemahan dalam bahasa Melayu. Salah satu yang pertama adalah Kitab Doa dan Tafakur yang merupakan suatu panduan doa. Teks ini lebih merupakan teks untuk doa dan dibuat oleh Gregorio de Gregorus. Teks ini dibuat pada tahun 1514. Tokoh ini merupakan seorang misionaris dari Portugis. Buku ini tidak langsung dibuat di Indonesia tapi diterbitkan di Italia. Ini memang tidak berupa Alkitab, tapi ada kutipan dari teks Vulgata yang diterjemahkan ke bahasa Melayu. Vulgata adalah teks penting dalam sejarah Alkitab. Teks ini memuat bagian Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dan ditulis dalam bahasa Latin. Teks ini penting karena menjadi salah satu cikal bakal Alkitab yang ada sekarang ini. Selain Gregorio de Gregorus, bahkan Santo Fransiskus Xaverius pun juga membuat teks dalam bahasa Melayu. Ini bukan teks Alkitab tapi lebih pada suatu katekismus sederhana yang memuat ajaran Katolik di dalamnya. Saat melakukan karya misionaris di wilayah Indonesia, Fransiskus Xaverius atau biasa dikenal Francis Xavier ini memang masih belum digelari Santo dan menjalankan karyanya sebagai bagian dari Serikat Yesus.
Barulah saat pendeta Kristen Protestan dari Belanda datang ke Indonesia, alkitab versi bahasa Melayu mulai digunakan. Penggunaan alkitab versi bahasa Melayu ini memang digunakan secara luas, dan tidak terbatas pada area di wilayah Jawa saja tapi hingga wilayah lainnya. Alkitab bahasa Melayu ini diterjemahkan oleh beberapa orang yang namanya memang penting dalam sejarah Alkitab di Indonesia. Ada Albert Cornelius Ruyi yang menerjemahkan Injil Matius dan Markus ke dalam bahasa Melayu. Lalu, ada Jan van Hasel yang menerjemahkan Injil Markus dan Yohanes. Ini diperlengkap dengan terjemahan dari Justus Heurnius yang menerjemahkan Kisah Para Rasul dan Mazmur.
Barulah saat Indonesia merdeka, situasi mulai berubah. Di masa awal kemerdekaan, Alkitab yang digunakan adalah versi terjemahan dari Shellabear yang dibuat pada tahun 1912 dan Alkitab Terjemahan Lama yang dibuat pada 1958. Seiring berjalannya waktu, Gereja Katolik di Indonesia yang saat ini bernama KWI pun menerbitkan Alkitab Ende pada tahun 1968. Ini disusul oleh hadirnya Alkitab Terjemahan Baru di 1974 dan ini sudah diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia yang merupakan lembaga yang bertanggung jawab dalam penerjamahan, percetakan, dan distribusi Alkitab di Indonesia. Terjemahan yang ada ini tidak terlepas dari sosok J. Bouma dan juga Cletus Groenen yang menerjemahkan teks Alkitab Vulgata dalam bahasa Latin menjadi bahasa Indonesia.
Karya dari Lembaga Alkitab Indonesia atau LAI ini pun semakin luas. Karena itu, terjemahan tidak saja disebar luaskan dalam bahasa Indonesia tapi juga dalam bahasa-bahasa daerah untuk memudahkan umat Kristiani di seluruh Indonesia. Tak hanya itu saja, LAI pun membangun suatu museum Alkitab yang berada di gedung Bible Centre. Museum ini menjadi sarana belajar untuk siapa saja yang ingin mengenal sejarah Alkitab, tidak saja sejarah hadirnya Alkitab dalam bahasa Indonesia, tapi juga sejarah penerjemahan Alkitab secara umum. Ada diorama dan beragam objek menarik terkait sejarah perkembangan Alkitab di dunia dan di Indonesia di dalamnya.
Ada beberapa koleksi menarik di Museum Alkitab ini. Salah satunya adalah alkitab dengan tulisan tangan. Ada tiga koleksi Alkitab dengan tulisan tangan ini. Yang pertama adalah Alkitab tulisan Tangan Anak-Anak. Ini dibuat dengan melibatkan 6000 anak dari seluruh Indonesia dan sudah dikerjakan sejak 2002. Lalu, ada Alkitab Tulisan Tangan Dewasa. Ini pun dibuat oleh banyak orang. Ada 2872 orang yang terlibat dalam penulisan dan ini perlu waktu 21 bulan hingga semua bagian selesai ditulis. Koleksi ketiga adalah contoh dari alkitab tulisan tangan yang ada karena kedua alkitab yang ditulis oleh anak-anak dan orang dewasa itu tidak bisa dibuka secara bebas.
Museum juga menunjukkan diorama. Diorama ini menggambarkan proses penerjamahan alkitab yang terjadi di Eropa. Ada pula contoh Alkitab dalam bahasa luar, seperti Alkitab dalam bahasa Inggris, Belanda, dan Prancis. Di dalamnya pun, ada contoh dari Septuaginta. Septuaginta merupakan teks terjemahan yang sangat penting karena ini memuat teks Alkitab Perjanjian Lama yang diterjemahkan dari bahasa Ibrani ke bahasa Yunani dan kemudian dijadikan pedoman dalam terjemahan selanjutnya. Sudah pasti, ada juga penjelasan tentang proses terjemahan Alkitab di Indonesia. Ada pula koleksi-koleksi lainnya yang dipajang dan diperlihatkan di Museum Alkitab agar orang-orang tahu dan sekaligus bisa belajar tentang sejarah Alkitab dan penerjamahannya sampai seperti sekarang. Museum terbuka untuk umum sehingga aksesnya tidak terbatas pada orang kristiani saja.